Inibaru.id - Di Kota Semarang ada seorang penjual kopi keliling yang namanya cukup melegenda. Dialah Sutomo atau yang akrab dipanggil Tomo. Warga Kampung Darat Nipah, Dadapsari, Semarang ini sudah sejak 1975 berjualan kopi keliling.
Bukan dalam wujud kopi jadi siap minum, tapi dagangan Tomo berupa biji kopi sangrai. Kalau kamu cukup repot menggilingnya sendiri, Tomo akan menggilingnya untukmu. Kamu bisa meyaksikannya dengan mata kepala sendiri kalau yang digiling adalah biji robusta murni.
Berjualan kopi dalam waktu yang nggak sebentar, membuat Tomo kenyang makan asam garam usaha ini. Ada masa Tomo hidup dengan penuh harapan, ada pula masa dia menelan kecewa.
Usaha Tomo pernah nyaris bangkrut. Dia pengin menyerah saja. Tapi yang terjadi kemudian membuat asanya muncul kembali. Ketika biji kopi asli kian sulit didapat dan harganya melambung, seorang sales dari sebuah perusahaan kopi menemuinya. Mereka memberinya harga bagus untuk kopi sangrai siap giling.
Tomo yang asli Tegal ini kembali berkeliling menawarkan biji kopi. Berkat loyalitas Tomo dalam melakoni profesi sebagai penjual kopi keliling ini, namanya semakin dikenal.
“Saya kadang nggak tahu apa-apa, tapi kok banyak orang bahkan pejabat tahu saya. Mungkin dari orang-orang yang bikin video (meliput) soal saya itu ya?” kata Tomo pada Rabu (20/1/2021).
Tomo boleh saja mengais rezeki di jalanan. Tapi, dia sering wira-wiri menghadiri acara seputar kopi baik pameran maupun festival sebagai undangan.
Bertemu Rio Dewanto
Pada 2015 silam, Tomo bahkan mendapat undangan khusus untuk mendatangi gelaran festival yang diadakan di Semarang. Di sana Rio Dewanto mengajaknya ngobrol seputar kopi.
Seperti yang saya duga, Tomo nggak kenal siapa Rio Dewanto yang menjadi idola anak muda itu. Tapi tetap saja di mata saya, pertemuan itu keren dan bikin iri. Rio bahkan sempat memberinya kenang-kenangan.
“Saya diberitahu kalau orang-orang itu artis. Tapi saya nggak ada yang paham,” jelas laki-laki 60 tahun tersebut.
Hm, rezeki memang bisa datang kapan saja dan dalam bentuk apa saja. Pekerjaan sebagai penjaja kopi keliling membuat Tomo dikenal beberapa pejabat di Kota Semarang. Mereka adalah pelanggan setianya. Lelaki ini juga mengaku sempat ditawari pekerjaan.
“Tapi saya tolak. Saya bilangnya nggak pede karena nggak punya ijazah. Tapi sebetulnya lebih senang jualan kopi,” kenangnya.
Saya jadi berpikir kalau profesi apa pun yang dijalankan sepenuh hati, apresiasi akan datang dengan sendirinya. Tomo seolah menjadi bukti bahwa kopi berkualitas, nggak harus dinikmati di kafe-kafe fancy. Kamu pun bisa menyeduhnya sendiri di rumah.
By the way, salut buat Tomo ya, Millens? (Audrian F/E05)